Senin, 05 Desember 2011

Environmental-Based Strategic Management Model for Indonesia’s Medium-Sized Shipyards

A paper's abstract published in the Journal of Ship Production, USA (Vol. 22, No.4)

Since the nature of the shipyard differs from general industry, its strategy formulation model shall be developed based on its own business characteristics. This paper presents a proposed environmental-based strategy formulation model for medium-sized shipyards. A questionnaire survey to the industry’s stakeholders was carried out to identify the internal and external strategic factors of the shipyard’s businesses. By using using multivariate factor analysis, the strategic factors were identified both in new building and ship repair. The results were then used to develop business environmental sub-models and shipyard business matrix. These industry-based models, therefore, are integrated into a shipyard strategy formulation model, called YARDSTRAT. Its real application and evaluation in two shipyards show that, the proposed model could produce more comprehensive strategic options to sustainable competitive advantage for the companies.

Rabu, 09 November 2011

Ringkasan hasil penelitian "Kajian Standarisasi Penggunaan Material dan Proses Laminasi Lambung Kapal Fiberglass"


Kapal berbahan fiberglass atau Fibreglass Reinforced Plastics (FRP) memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan kapal baja atau aluminium, khususnya untuk operasional di wilayah pantai. Akan tetapi konstruksi kapal ini rawan benturan, sehingga konstruksi lambungnya perlu dikaji. Hasil penelitian pendahuluan kami di tahun 2010, berupa pengujian spesimen laminasi lambung kapal yang dibangun di tujuh galangan dalam negeri memberikan indikasi bahwa, sekitar 30% lambung kapal berbahan fiberglass (serat gelas) yang dibangun/beroperasi tidak memenuhi persyaratan konstruksi menurut Rules BKI.
Terkait dengan hal tersebut di atas, penelitian ini dilakukan dengan fokus pada kajian kekuatan konstruksi laminasi lambung kapal berbahan fiberglass. Penelitian ini dilakukan melalui survei yard practices ke beberapa galangan kapal fiberglass, dan pengujian sampel laminasi yang dibuat dengan 4 variasi susunan laminasi dan 2 jenis resin yang umum dipakai untuk pembuatan kapal fiberglass. Sampel laminasi dibuat dengan metode hand lay-up workshop galangan di Surabaya, dengan mengacu pada Rules BKI dan diawasi langsung oleh tim peneliti. Sampel laminasi kemudian dipotong-potong menjadi spesimen uji yang terdiri dari 96 buah spesimen uji tarik dan 48 buah spesimen uji tekuk, masing-masing spesimen uji dibuat sesuai arah serat yaitu 0o, 90o, -45o dan +45o.
Pengujian dilakukan di laboratorium uji material B2TKS BPPT, dengan merujuk pada standard ISO 527-4 untuk uji tarik, dan ISO 14125 untuk uji tekuk. Sebelum diuji, spesimen tersebut ditemper pada temperatur 40 derajat celcius selama 16 jam non-stop di UPT BPPH BPPT. Uji fiber content (kandungan serat gelas dalam laminasi) baru akan dilakukan pada riset tahun depan, sehingga nilai fiber content pada tahap ini diasumsikan sebesar 30% dan 40%, sesuai komposisi resin dan serat yang digunakan.
Dari penelitian ini diperoleh data bahwa, semua alternatif susunan laminasi fiberglass dan jenis resin memenuhi nilai kuat tarik dan nilai kuat tekuk minimum, sebagaimana disyaratkan dalam Rules BKI 2006. Dari 4 variasi susunan laminasi yang dibuat, alternatif III (kombinasi serat multiaxial dan mat) memiliki nilai kuat tarik dan kuat tekuk tertinggi, sehingga paling tahan terhadap beban tarik dan beban bending. Perbedaan nilai kuat tarik dan kuat tekuk dalam satu kelompok spesimen disebabkan karena laminasi yang kurang homogen karena sampel dibuat dengan metode hand lay-up. 
Berdasarkan hasil survei galangan, pengujian spesimen, dan diskusi ahli/praktisi, telah dibuat sebuah konsep engineering standard atau pedoman teknis tentang teknologi laminasi lambung kapal fiberglass, yang meliputi: penggunaan bahan, susunan laminasi lambung kapal, yang meliputi bagian: lunas, dasar, sisi, geladak, bangunan atas. Pedoman ini diperuntukkan bagi kapal berukuran 8 s.d. 20 meter yang tergolong non-klas, namun dapat pula digunakan pada pembuatan kapal berukuran lebih besar. Pedoman ini akan disempurnakan pada penelitian tahun kedua (2012). 
Pada penelitian tahun kedua, direncanakan untuk melakukan pengujian sejenis dengan spesimen yang dibuat dengan metode Vacuum Infusion Process, yang diharapkan dapat menghasilkan laminasi yang lebih homogen dan lebih berkualitas. Selain itu, juga akan dilakukan pengujian fiber content terhadap seluruh variasi spesimen. Pengujian ini diperlukan untuk analisis hasil pengujian yang lebih akurat, dan untuk memastikan pemenuhan persyaratan nilai kuat tarik dan kuat tekuk sesuai Rules BKI.
Penelitian ini didanai oleh Kementerian Riset dan Teknologi, dan dalam pelaksanaannya bekerja sama dengan PT BKI (Persero) dan didukung oleh beberapa ahli/praktisi galangan yang telah berpengalaman di dalam negeri, laboratorium uji konstruksi B2TKS BPPT, dan  pihak terkait lainnya. Namun demikian, hasilnya masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, masukan dan tanggapan dari para pembaca, pemerhati, ahli dan praktisi sangat diperlukan demi kesempurnaan dalam pelaksanaan dan pencapaian hasil yang optimal dan dapat berhasil guna bagi para pengguna dan khususnya bagi kemajuan industri galangan kapal fiberglass di dalam negeri.

Selasa, 05 April 2011

Hasil Survei Galangan di Bitung/sekitarnya

Hasil survei saya di Bitung tgl 30-31 Maret 2011.
Bitung & sekitarx potensial utk terus dikembangkan, perairan ckp dlm, tenang, dan praktis gak ada pendangkalan, lokasi ckp strategis (pasar dr wil timur Indo, jg dkt dgn Pilipina), material tdk ada kesulitan dgn harga yg ckp kompetitif dgn daerah lain, tenaga kerja tersedia & bersaing, aman (tdk ada demo buruh). 
PT IKI unit Bitung, pasar/pelangganx banyak tapi kapasitas terbatas (perlu tambah lifting capacity & peremajaan alat, relayout  lokasi kantor dan bengkel. Dgn luas lahan 3,5 ha (termsk 1,5 ha dlm proses hukum) terdpt 5 bh slipway dgn kapasitas maksimum 1000 dwt, mampu menyelesaikan 60 unit kapal repair/tahun (sekitar 40% dari pasar lokal). Order reparasi kapal lbh dari kapasitasx disubkan ke galangan sekitar yg lbh besar, termasuk ke PT Kelapa Dua Permai yg berkapasitas 2500 dwt yg berlokasi di Pulau Lembeh (sekitar 10-15 menit dgn memakai boat dari Bitung. Gal terakhir ini tergolong baru (milik swasta), luar areal 4,5 ha (rata-rata 90 unit/th kapal repair). Order gal2 kpl di Bitung ini selain lokal/sekitarnya juga banyak dari kawasan timur seperti Maluku, Ternate, dll.
Salam
Dengan jarak yang sgt dekat dengan Pilipina & banyakx kapal2 yg beroperasi disekitarnya (terutama kapal ikan), mestinya galangan kapal di Bitung potensial dikembangkan utk meraih order yg lbh banyak lagi.
Bagi rekan2 yg punya pengalaman ttg hal ini dan komentar, silahkan dimuat disini.

Senin, 28 Februari 2011

Strategic Analysis of the Indonesian Shipyards to Sustain in the New Building Business

As a job-order industry and compete in regional/global market, shipbuilding industry must have long-term strategic plan to create sustainable competitive advantage, particularly in new building business. My published paper in an International Journal in 2010 presents a strategic business analysis of the Indonesian (national) medium-sized shipyards, by using Shipyard Business matrix that resulted from the shipyard’s internal and external strategic factors. The result shows that, the national shipyards are less competitive compared to their potential competitors in the region. This is particularly due to limitation of intangible resources and availability of local competitive supporting industries. To create sustainable competitiveness, therefore, they are recommended to implement intensive and integrative strategies. The intensive strategy is mainly aggressive marketing to the existing customers through improving internal processes to improve company reputation in product quality and delivery time. The integrative strategy mainly relies on building strategic alliance with steel manufacturers, main engine vendor, and suppliers of fast moving materials.

Kamis, 20 Januari 2011

Wacana pelarangan operasi kapal penumpang berbahan fiberglass

Munculnya wacana pelarangan beroperasinya kapal-kapal penumpang berbahan fiberglass, sebagai respon atas terjadinya beberapa kecelakaan kapal berbahan fiberglass beberapa waktu lalu, akan berdampak luas jika wacana tersebut menjadi kenyataan. Alasannya, jumlah galangan dan kapal penumpang berbahan fiberglass yang beroperasi di dalam negeri saat ini sangat banyak dan melibatkan jumlah tenaga kerja yang sangat besar. Penggunaan bahan aluminium sebagai pengganti juga tidak mudah, karena membutuhkan teknologi dan kualifikasi SDM yang tinggi. Harga kapal alminium yang jauh lebih mahal juga berimplikasi pada biaya investasi dan biaya transportasi yang mahal. Menurut saya, hal ini merupakan masalah yang perlu dicari solusi teknologinya, bukan dengan menghentikan pengoperasiannya. Bagaimana pendapat Anda?

Selasa, 18 Januari 2011

Permasalahan Kapal Berbahan Fiberglass (FRP)

Kapal berbahan fiberglass memiliki peran penting di dalam menunjang transportasi laut  nasional khususnya di wilayah pantai. Kapal jenis ini juga memiliki beberapa keunggulan teknis dan ekonomis, sehingga kebutuhannya terus meningkat. Namun demikian, kekuatan konstruksi lambung kapal fiberglass sering menjadi penyebab terjadinya kecelakaan di laut. Hasil survei kami di beberapa galangan kapal fiberglass pada tahun 2009 menunjukkan bahwa, disain konstruksi dan proses laminasi lambung kapal fiberglass umumnya tidak mengacu pada persyaratan kelas, sehingga kekuatan konstruksinya sulit dijamin. Selain itu, galangan kapal tidak memiliki standar enjiniring mengenai penggunaan material/bahan, komposisi dan prosedur laminasi yang dapat memenuhi persyaratan kelas. Riset kami tahun 2010 secara khusus mengkaji aspek kekuatan konstruksi laminasi lambung kapal fiberglass melalui studi pustaka, survei galangan, dan pengujian sampel laminasi dari kapal yang sedang dibangun di tujuh galangan kapal berpengalaman di dalam negeri, sesuai rules BKI 2006. Hasilnya, 30% sample galangan memiliki nilai kuat tarik dan kuat tekuk yang tidak memenuhi syarat minimum, sesuai rules BKI. Untuk mengatasi hal ini, mungkin diperlukan sebuah standar laminasi lambung kapal fiberglass dengan berbagai variasi komposisi bahan dan prosedur laminasi, sesuai persyaratan BKI. Bagaimana pendapat Anda?

Selasa, 11 Januari 2011

Entri Populer