Kamis, 15 September 2016

Resume Hasil Kongres Teknologi Nasional (KTN) Tahun 2016, Sub Komisi Industri Perkapalan



Sebagai Negara kepulauan, angkutan laut di Indonesia memiliki peran yang amat penting dimana sekitar 80 persen angkutan barang domestik dan ekpor impor dilakukan melalui laut. Selain itu, posisi Indonesia yang sangat strategis juga berpotensi menjadi Poros Maritim Dunia. Namun selama ini angkutan tersebut tetap dikuasai oleh armada asing. Sejak penerapan asas cabotage (INPRES 5/2005) hingga akhir tahun 2014, jumlah armada kapal berbendera Indonesia meningkat tajam (volume ruang muat meningkat sekitar 137 persen), dimana peningkatan tersebut hampir seluruhnya merupakan kapal bekas berusia tua dari luar negeri. Hal ini disebabkan karena masalah struktur modal perusahaan pelayaran nasional yang belum mampu memesan kapal baru, serta kapasitas dan tingkat produktivitas galangan kapal di dalam negeri yang masih sangat rendah. Hal ini membuat Pemerintah membebaskan bea masuk kapal bekas guna mempercepat pemenuhan kebutuhan armada kapal nasional untuk pelayaran domestik. Pada pelayaran ekpor impor, armada asing masih menguasai sekitar 97 persen.

Dari sekitar 240 unit galangan kapal di dalam negeri, umumnya berukuran kecil dan bergerak di bidang usaha reparasi kapal. Hanya sekitar 50 galangan kapal yang mampu membangun kapal dengan total kapasitas terpasang hanya 936.000 DWT, dimana hanya 6 galangan kapal yang mampu membangun kapal berukuran 10.000 DWT ke atas, termasuk PT PAL yang sudah berpengalaman membangun kapal hingga 50.000 DWT. Dengan kapasitas yang adapun tingkat utilitasnya hanya sekitar 30 persen, karena tingkat produktivitas dan daya saingnya yang sangat rendah, khususnya dalam hal harga dan waktu penyelesaiannya. Selain itu, sekitar 75-80 persen komponen kapal masih impor. Semua ini membuat belanja devisa negara di sektor industri perkapalan dan transportasi laut masih sangat tinggi. Hal ini membuat realisasi total produksi kapal Indonesia belum masuk dalam 20 besar dunia. Prestasi tertinggi Indonesia terjadi pada tahun 1998 dimana mampu meraih 0.35 persen dari total produksi dunia atau sekitar 225.000 DWT, yang umumnya bersumber dari pembangunan sejumlah kapal tipe Caraka Jaya dan kapal-kapal tanker pesanan Pertamina, serta beberapa pesanan ekspor di PT PAL Indonesia.

Di sisi lain, persaingan industri kapal dunia semakin ketat dan berkembangnya industri kapal di kawasan Asia Pasifik terutama The Asian Triangle (China, Korea, dan Jepang) yang menguasai lebih dari 85 persen total produksi dunia. Bahkan Philipina dan Vietnam yang ketika tahun 1998 masih berada di bawah Indonesia, kini mampu berada pada posisi 4 dan 6 dunia setelah masuknya investasi asing yang cukup besar, khususnya Jepang dan Korea, baik galangan kapal berkapasitas besar maupun industri komponen kapal. Perkembangan industri kapal di negara-negara tersebut tidak terlepas dari kebijakan Pemerintah yang mendukung, dan klasterisasi industri galangan di beberapa lokasi berdasarkan kapasitas dan fokus produknya.

Di Indonesia, Pemerintah selama ini telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mendorong industri kapal nasional, namun implementasinya tidak terintegrasi secara baik, sehingga industri galangan kapal nasional yang merupakan industri hulu tetap saja sulit berkembang. Kini, Pemerintahan Jokowi-JK memiliki berbagai program pembangunan sektor maritim untuk mewujudkan daya saing dan kemandirian industri kemaritiman nasional (Nawa Cita 1, 3, 6). Hal ini kembali merupakan momentum yang tepat untuk membangun industri ini secara menyeluruh melalui  strategi dan pelaksanaan program yang  mampu memberikan impak yang luas, sehingga seluruh aspek industri kemaritiman tumbuh secara bersama-sama dan berkesinambungan.

Hal tersebut di atas terungkap dari paparan para Pembicara dan penyanggah pada Sub-Komisi Perkapalan, serta masukan-masukan dari para peserta berbagai kalangan (pemerintah, pelaku usaha/industri, akademisi/peneliti/perekayasa, konsultan, asosiasi dan LSM terkait). Dari berbagai masukan menekankan bahwa, program pengadaan kapal Negara perlu disinkronisasikan dengan pengembangan industri maritim di dalam negeri, sehingga program tersebut memberikan multiplier effect yang optimal dan berkesinambungan. Harmonisasi kebijakan Pemerintah menjadi kunci yang mampu menciptakan daya saing industri secara berkesinambungan, yang didukung dengan inovasi teknologi yang berorientasi pada standarisasi produk dan pengembangan industri komponen lokal, serta penyediaan tenaga terampil yang memadai. 

Oleh karena itu, standarisasi tipe dan ukuran kapal khususnya pada pelayaran domestik merupakan bentuk kebijakan teknologi yang mampu mendorong penguasaan teknologi rancang bangun dan produktifitas galangan kapal nasional, dan menciptakan skala ekonomi bagi industri komponen lokal dan sumberdaya terkait lainnya. Hal ini juga akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas operasional armada secara menyeluruh, sehingga secara bertahap kemandirian dan daya saing industri perkapalan nasional dapat dicapai.

Besarnya kebutuhan pasar domestik termasuk peremajaan armada kapal menjadi peluang standarisasi tipe dan ukuran kapal sesuai karakteristik pelayaran di dalam negeri. Dengan kepastian order dan kebijakan yang mendukung akan mendorong perusahaan galangan untuk melakukan revitalisasi dan peningkatan kapasitasnya sesuai fokus produknya, dan menarik investor lokal/asing di sektor industri maritim.

Rekomendasi Bidang Perkapalan:
1.   Program pemerintah dalam pengadaan kapal Negara 2015-2019 (dan seterusnya) harus dijadikan dasar RUPIP, dan diintegrasikan dengan program pengembangan industri perkapalan nasional, yang mampu menciptakan kemandirian dan daya saing industri galangan kapal nasional menuju 10 besar dunia pada tahun 2040.
2.  Perlu revitalisasi galangan dan peningkatan kapasitas produksi kapal nasional melalui aliansi global atau menarik investasi asing untuk mempercepat peningkatan total produksi.
3. Perlu standarisasi tipe dan ukuran kapal sesuai kebutuhan dan karakteristik pelayaran domestik, dan klasterisasi galangan kapal di dalam negeri, sehingga mampu meningkatkan produktivitasnya secara cepat, dan industri komponen lokal dapat tumbuh dengan skala ekonomi yang baik.
4.  Perlu adanya program inovasi teknologi produk dan teknologi proses produksi yang berorientasi pada penguasaan rancang bangun dan daya saing produk,
5.   Perlu adanya program peningkatan kapasitas dan kompetensi SDM secara terencana melalui perbaikan kurikulum pendidikan menengah dan tinggi, dan penciptaan budaya maritim sejak usia dini.
 6. Perlu adanya penataan kelembagaan dan asosiasi terkait, yang mampu menciptakan iklim usaha dan  pola sinerji dalam industri secara optimal, sehingga semua pelaku usaha di sektor ini mampu berkembang secara  mandiri.


Tidak ada komentar:

Entri Populer